GONDANG

GONDANG BATAK WARISAN YANG KURANG DIHARGAI

Mark Kenyton

Kalau kita dengar istilah “musik Batak”, apakah yang muncul dalam pikiran kita? Istilah “Batak” berkenaan dengan sesuatu bangsa besar yang mengandung beberapa suku yang kebudayaannya dan bahasanya berhubungan, tetapi juga berbeda. Bangsa Batak termasuk suku Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Mandiling, dan Angkola. Menurut kebiasaan di Indonesia, kalau kita dengar kata “Batak” kita biasanya pikir tentang kebudayaan Batak Toba. Kemudian, kecuali kita yang bekerja dalam suasana anthropolog atau etnomusikolog, istilah “musik Batak” hampir selalu disamakan dengan musik Batak Toba.

Kalau kita pikir tentang musik Batak, apakah itu yang timbul dalam akal kita? Dalam kota-kota besar seperti Medan, jawabnya hampir selalu terkait dengan musik pop Batak seperti musik trio vokal yang biasanya bisa didengar di pesta kawin, siaran radio musik Batak, Karaoke, lapotuak dsb.
Bila musik pop Batak dipersembahkan di video biasanya di kaset karaoke, rasanya hampir selalu ada kerinduan tentang desa, Danau toba, dan gaya hidup yang sering dianggap sudah hilang. Dalam video sejenis ini, sering penyanyi dan penari pakai pakaian tradisi menari tortor di depan rumah tradisi, atau dipinggir danau toba. Dalam video ini, kadang kita melihat sekilas ansambel musik tradisi Batak Toba; Gondang Sabangunan dan Gondang Hasapi. Penglihatan sekilas ini, bagaimanpun biasanya sangat singkat sekali dan hampir tidak pernah dibolehkan mendengar suara alat-alat ini dalam gambaran kebudayaan Batak Toba yang ditengahi dan diatur oleh media. Kelompok musik tradisi Batak Toba sudah menjadi lambang kebudayaan yang dilucuti oleh konteks dan makna asli. Gara-gara kekuatan media massa dalam hidup modern ini, masyarakat Batak Toba, khususnya pemuda yang tinggal di kota menganggap musik tradisi mereka sebagai simbol kebudayaan Batak tradisi, tetapi simbol tersebut melambangkan baik pemandangan hidup maupum astetis musik yang biasanya mereka diasingkan dalam kehidupannya sehari-hari.

GONDANG

Musik tradisi masyarakat Batak Toba disebut sebagai gondang. Ada tiga arti untuk kata “gondang” : 1. Satu jenis musik tradisi Batak toba; 2. Komposisi yang ditemukan dalam jenis musik tsb. (misalnya komposisi berjudul Gondang Mula-mula, Gondang Haroharo dsb; dan 3. Alat musik “kendang”. Ada 2 ansambel musik gondang, yaitu Gondang Sabangunan yang biasanya dimainkan diluar rumah dihalaman rumah; dan gondang Hasapi yang biasanya dimainkan dalam rumah.

Gondang Sabangunan terdiri dari sarune bolon (sejenis alat tiup “obo”), taganing (perlengkapan terdiri dari lima kendang yang dikunci punya peran melodis dengan sarune tsb), gordang (sebuah kendang besar yang menonjolkan irama ritme), empat gong yang disebut ogung dan hesek sebuah alat perkusi (biasanya sebuah botol yang dipukul dengan batang kayu atau logam) yang membantu irama.

Sarune Bolon adalah alat tiup double reed (obo) yang mirip alat-alat lain yang bisa ditemukan di Jawa, India, Cina, dsb. Pemain sarune mempergunakan teknik yang disebut marsiulak hosa (kembalikan nafas terus menerus) dan biarkan pemain untuk memainkan frase-frase yang panjang sekali tanpa henti untuk tarik nafas. Seperti disebut di atas, taganing adalah perlengkapan terdiri dari lima kendang yang dikunci dan punya peran melodis sama dengan sarune. Tangga nada gondang sabangunan disusun dalam cara yang sangat unik. Tangga nadanya dikunci dalam cara yang hampir sama (tapi tidak persis) dengan tangga nada yang dimulai dari urutan pertama sampai kelima tangga nada diatonis mayor yang ditemukan dimusik Barat: do, re, mi, fa, sol. Ini membentuk tangga nada pentatonis yang sangat unik, dan sejauh yang saya tahu, tidak bisa ditemukan ditempat lain di dunia ini. Seperti musik gamelan yang ditemukan di Jawa dan Bali, sistem tangga nada yang dipakai dalam musik gondang punya variasi diantara setiap ansambel, variasi ini bergantung pada estetis pemain sarune dan pemain taganing. Kemudian ada cukup banyak variasi diantara kelompok dan daerah yang menambah diversitas kewarisan kebudayaan ini yang sangat berharga.

Ogung terdiri dari empat gong yang masing-masing punya peran dalam struktur irama. Pola irama gondang disebut doal, dan dalam konsepsinya mirip siklus gongan yang ditemukan dimusik gamelan dari Jawa dan Bali, tetapi irama siklus doal lebih singkat.
Sebahagian besar repertoar gondang sabangunan juga dimainkan dalam konteks ansambel gondang hasapi. Ansambel ini terdiri dari hasapi ende (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main melodi), hasapi doal (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main pola irama), garantung (sejenis gambang kecil yang main melody ambil peran taganing dalam ansambel gondang hasapi), sulim (sejenis suling terbuat dari bambu yang punya selaput kertas yang bergetar, seperti sulim dze dari Cina), sarune etek (sejenis klarinet yang ambil peran sarune bolon dalam ansambel ini), dan hesek (sejenis alat perkusi yang menguatkan irama, biasanya alat ini ada botol yang dipukul dengan sebuah sendok atau pisau).

Tangga nada yang dipakai dalam musik gondang hasapi hampir sama dengan yang dipakai dalam gondang sabangunan, tetapi lebih seperti tangga nada diatonis mayor yang dipakai di Barat. Ini karena pengaruh musik gereja Kristen.

Gondang Sabangunan adalah ensambel musik Batak Toba yang digunakan dalam berbagai upacara adat dan ritual keagamaan. Berikut adalah peruntukan Gondang Sabangunan dalam adat Batak:

  • Upacara agama: Gondang Sabangunan digunakan untuk menyampaikan doa manusia ke dunia atas.
  • Upacara adat saurmatua: Gondang Sabangunan digunakan dalam upacara adat saurmatua.

Gondang Sabangunan terdiri dari beberapa alat musik, yaitu:

  1. Taganing: Fungsinya sebagai pembawa ritme dan pengaba atau dirigen dalam grup Gondang Sabangunan.
  2. Gordang: Fungsinya sebagai pembawa ritme konstan atau variabel.
  3. Ogung atau gong: Fungsinya sebagai pembentuk ritme konstan.
  4. Hesek: Fungsinya sebagai perkusi, biasanya botol kosong atau lempengan besi yang dipukul untuk membantu irama.
  5. Sarune bolon: Fungsinya sebagai alat musik tiup.

ASPEK-ASPEK SEJARAH

Ansambel musik yang memakai alat-alat terbuat dari perunggu di Sumatera biasanya terdiri dari perlengkapan yang punya empat sampai dua belas gong kecil, satu atau dua gong besar yang digantung, dua sampai sembilan kendang, satu alat tiup, penyari dan gembreng. Satu Ansambel yang khas jenis ini ada gondang sabangunan dari batak toba. Ansambel ini masih dipakai dalam upacara agama Parmalim. Gondang sabangunan punya peran yang penting sekali dalam upacara agama tersebut. Seperti pada catatan di atas, Ansambel ini terdiri dari 4 gong yang main siklus irama gongan yang singkat, perlengkapan lima kendang yang dikunci, satu sarune (alat tiup/ obo), satu kendang besar dan satu alat perkusi (biasanya botol) untuk memperkuatkan irama.

Musik gondang sabangunan dipakai dalam upacara agama untuk menyampaikan doa manusia ke dunia atas. Waktu musik dimainkan, pemain sarune dan pemain taganing dianggap sebagai menifestasi Batara Guru. Musik ini dipergunakan untuk berkomunikasi dengan dunia atas dan rupanya tranformasi pemain musik ini terjadi untuk memudahkan hubungan dengan dunia atas. Transformasi paradigma ini di mitos Batak sangat mirip dengan yang ada di Bali menunjuk bukti tidak langsung bahwa ada hubungan purbakala diantara kebudayaan Batak Toba dan kebudayaan Bali. Biarpun hal ini tidak dapat dibuktikan, ada kemungkinan yang berhubungan dengan sejarah, karena kedua kebudayaan masing-masing berhubungan paling sedikit sebagai batas keluar kerajaan majapahit. Bersangkut dengan konsep kosmos bertingkat tiga ada konsep tentang faktor mediasi; pohon kosmos atau pohon hidup. Pohon mitos ini yang menghubungkan tiga dunia punya hubungan simbolis dengan pohon Bodhi dalam agama Budha, kayon di wayang Bali dan Jawa, dan barangkali konsep ini lebih tua dari agama Budha dan agama Hindu. Dalam konsepsi Batak peran musik mirip peran pohon kosmos; musik juga menguhubungkan dunia masing-masing. Melalui musik gondang batasan diantara dunia dapat ditembus, doa manusia dapat sampai kepada debata, dan berkah debata dapat sampai kepada manusia.

Dengan kedatangan agama Kristen ke Tanah Batak, pokok kebudayaan Batak sangat diubah sekali. Interaksi dengan agama baru ini dan nilai-nilai barat menggoncangkan kebudayaan tradisi batak toba sampai ke akarnya. Menurut gereja Kristen musik gondang berhubungan dengan kesurupan, pemujaan roh nenek moyang, dan agama Batak asli, terlalu bahaya untuk dibolehkan terus dimainkan lagi. Pada awal abad kedua puluh Nommensen minta pemerintah kolonial Belanda untuk melarang upacara bius dan musik gondang. Larangan ini bertahan hampir empat puluh tahun sampai pada tahun 1938. Itu merupakan suatu pukulan utama untuk agama tradisi Batak Toba dan musik gondang yang sangat terkait dengan agama tsb.

KONDISI MODERN

Migrasi batak ke kota mulai di tahun 1910 tapi hanya setelah Indonesia merdeka migrasi tersebut tambah besar di thn 50-an. Migrasi ke kota menyebabkan interaksi dengan suku lain di kota-kota Indonesia yang penduduknya sebagian besar beragama Islam. Dalam lingkungan multi etnis ini banyak orang batak ketemu rasa identitas batak yang menjadi lebih kuat terhadap suku lain. Tetapi banyak orang batak pula dalam proses menyatukan diri dengan masyarakat Indonesia meninggalkan banyak aspek bahasanya, kebudayaannya, dan tradisinya. Disisi lain ada bagian orang batak kota yang menjadi lebih sadar tentang kepentingan identitas masyarakat batak dan berusaha untuk menegaskan rasa batak dan memberikan dana untuk upacara tugu dan perayaan lain di desanya.

Ada orang batak kota yang sudah menjadi makmur yang sering membiayai upacara. Mereka membawa estetis kosmopolitan yang adakalanya melawan estetis tradisi. Identifikasi dengan nilai-nilai mengenai kemoderenan, kemajuan, pendidikan dan kemakmuran sering diekspresikan dengan afinitas kepada apa yang dianggap moderen. Misalnya sekarang di pesta atau upacara seolah-olah musik grup keyboard yang main poco-poco lebih laris dan dihargai daripada dengan musik gondang yang lama punya peran yang sangat penting dalam upacara adat. Pesta kawin yang moderen tidak lagi dianggap lengkap tanpa musik keyboard atau musik tiup yang main lagu pop batak atau pop barat, sebaliknya mungkin ansambel musik gondang dianggap kampungan oleh orang kota kecenderungan mengindentifikasi dengan modernitas tidak salah.

Kita semua harus hidup dalam dunia modern dan harus menghadapi media global dan periklanan, suka atau tidak makin bertambah mempengaruhi pikiran dan selera setiap orang. Kita tidak mampu tinggal di masa dahulu dan melarikan diri dari kemajuan. Tetapi, ada ancaman bahwa dalam generasi ini kita dapat menghilangkan sejenis musik tradisi yang disebut gondang, yang sampai akhir-akhir ini adalah manifestasi kebudayaan batak toba yang sangat penting baik dalam bidang masyarakat maupun bidang rohani.

KESIMPULAN

Sebagai mahasiswa etnomusikologi (pelajaran musik daerah), saya baru diperkenalkan kepada musik gondang batak toba tahun 1993 di Universitas Washington, Seattle, AS. Saya langsung jatuh cinta dengan musik ini yang indah dan sangat unik. Melodi-melodi yang kompleks sekali dimainkan oleh sarune bolon dan taganing berjalin dengan irama gondang, ogung, dan hesek dalam cara yang hipnotis, seperti jiwa saya dipanggil musik ini. Ternyata musik ini dimaksud pas untuk tujuan ini. Saya didorong oleh dua kawan etnomusikologis batak untuk mempelajari musik ini yang luar biasa indah dan jarang didengar di luar Sumatera Utara.

Susah hati saya menyaksikan kemunduran musik gondang. Masyarakat batak adalah masyarakat yang bangga dan bersemangat yang nilai kebudayaan dan identitas. Kemudian, menurut saya sangat membingungkan sekali warisan luar biasa ini bisa ditinggalkan. Kenapa musik tradisi Bali dan Jawa masih hidup, walaupun gondang batak sekarang diambang kepunahan. Apakah kebudayaan Bali atau Jawa lebih unggul daripada kebudayaan batak? Saya rasa tidak.

Dibutuhkan langkah mengorganisasikan program untuk mempelajari kebudayaan tradisi batak, tujuannya dokumentasi, pelestarian, pendidikan, dan promosi kebudayaan tradisi batak. Bergabung dalam penelitian dan dokumentasi yang sudah dilakukan untuk mengusahakan melawan erosi kebudayaan tradisi yang menonjol sekali, khusus dalam bidang seni. Saya menganjurkan memperhatikan seni musik, karena ini bidang saya, tapi keprhatinan saya mengenai semua aspek-aspek kebudayaan. Karena tekanan modernisasi, globalisasi, media massa, dan daya tarik dunia barat kebudayaan tradisi dan khusus musik gondang terancam hilang. Kehilangan musik gondang yang disebut banyak orang sudah terjadi, tentu saja tragis sekali.

Upacara dan pesta yang dulu berperan sebagai tempat penampilan musik tradisi semakin kurang karena orang lebih suka grup keyboard atau trio vokal yang lebih mencerminkan modernitas dan kejauhan dari semua hal yang disebut kampungan. Musik pop batak yang tentu juga adalah identitas etnis suku batak toba, biasanya ada musik country dan balada pop tua Amerika yang memakai bahasa batak. Musiknya tidak ada hubungan kuat dengan masyarakat batak, kecuali sekali-sekali sebagai contoh kebudayaan dalam proses perubahan, tapi betapa tragis kalau musik pop batak ini menggantikan musik gondang yang merupakan warisan berharga tapi kurang dihargai.

Semakin lama, sudah semakin banyak pemain gondang meninggal dunia dan pemain yang lebih muda didorong oleh hal-hal estetis dan ekonomis untuk main musik yang lebih laris. Kemungkinan yang muncul bahwa musik gondang akan hilang sebahagian besar atau semuanya. Ini tidak boleh diabaikan. Ada kemungkinan besar bahwa gondang hanya akan bertahan hidup dalam konteks agama Parmalim yang masih mempergunakan musik ini dalam konteks aslinya. Mereka mempergunakan musik nenek moyangnya untuk menghormati nenek moyang tersebut dan untuk menyampaikan Doa terhadap Debata Mulajadi Nabolon.

Betapa tragis kalau dalam hidup warisan batak berbentuk musik indah ini, yang punya sejarah sangat lama, berharga dan sangat unik di dunia, akan punah. Dalam dunia barat kami sudah lama lupa banyak tradisi, dan ada kecenderungan untuk mencari yang sakral dari kebudayaan lain, saya bertemu dengan musik sakral dan luar biasa di Sumatera Utara, tetapi musik ini mungkin akan punah karena masyarakat yang melahirkannya tidak lagi cukup perduli.

(Penulis adalah kandidat doktor di Universitas Washington Seatle, AS)

Gendang Batak Toba,Musik dalam Balutan Religi

Tetabuhan nan sakral berkembang di Sumatra Utara. Bisa dibunyikan saat duka ataupun bahagia

Gordang terbuat dari kayu yang dilapisi kulit sapi atau kerbau
Gambar Gendang Batak. Sumber: https://indonesiakaya.com/

MASYARAKAT Batak Toba, salah satu etnis atau suku di Sumatera Utara, tak bisa dilepaskan dari musik. Dalam kegiatan adat maupun ritual keagamaan, musik selalu dilibatkan. Hal ini tampak pada gondang sabangunan, tulis Henry Spiller dalam Gamelan: The Traditional Sounds of Indonesia, orkes tradisional dari Batak Toba yang biasa dimainkan untuk mengiringi tarian seremonial tortor atau yang dikenal dalam istilah lokal sebagai adat ni gondang dohot tortor.

Gondang sabangunan terdiri dari lima taganing (gendang yang punya peran melodis), 1 gordang (gendang besar penentu ritme), 3-4 ogung atau gong (pembentuk ritme konstan), dan 1 hesek (perkusi, biasanya botol kosong atau lempengan besi yang dipukul untuk membantu irama), dan sarune bolon (alat musik tiup).

Dalam gondang Sabangunan, terdapat sekelompok alat musik gendang yang khas, yakni taganing dan gordang, bahkan odap. Ketiganya digantung di atas balok atau rak kayu.

Gordang merupakan alat musik berbentuk gendang yang dipukul berirama
Gambar Gendang Batak. Sumber: https://indonesiakaya.com/

Beberapa musisi menyebut taganing sebagai kelompok tujuh drum yang terdiri dari lima taganing, ditambah gordang dan odap. Gordang dan odap sebenarnya dua instrumen yang terpisah dan secara fungsi berbeda. Namun odap selalu dapat diganti dengan gordang atau taganing.

Menurut Mauly Purba dalam disertasi di Universitas Monash tahun 1998 menyebut musisi saat ini memainkan dua jenis gondang sabangunan: ansambel minus odap dan ansambel lengkap seperti dimainkan anggota Parmalim, organisasi keagamaan yang menjaga keutuhan kepercayaan asli Batak. Musik yang dimainkan pada dua jenis ansambel itu serupa.

Dalam pertunjukan musik gondang sabangunan, taganing memang memiliki peranan penting. Ia memiliki fungsi ganda: sebagai pembawa melodi sekaligus sebagai ritme variable dalam beberapa lagu. Selain itu, taganing berperan sebagai dirigen yang memberikan aba-aba dengan isyarat-isyarat ritme yang harus dipatuhi seluruh anggota ansambel sekaligus pemberi semangat kepada pemain lainnya.

Tidaklah mengherankan jika taganing begitu penting. Bahkan dalam kepercayaan lama orang Batak Toba, catat Rithaony Hutajulu dalam Gondang Batak Toba, partaganing (penabuh taganing) bersama parsarune (peniup sarune) disejajarkan dengan dewa. Sebab, keduanya dianggap mampu menyampaikan semua permohonan/harapan kepada Debata Mulajadi Nabolon (penguasa tertinggi mikrokosmos dan makrokosmos).

Dahulu untuk menjadi partaganing harus berguru pada pargonsi (pemain musik gondang) yang punya keahlian bermusik. Namun, konon, ada pula yang mendapatkan ketrampilan itu dari Batara Guru yang disebut dengan talenta.

Sebagai alat musik, taganing tergolong gendang tak-bernada (gendang yang dilaras). Taganing terdiri dari lima gendang yang terbuat dari kayu dengan bagian atas ditutupi kulit. Bentuknya menyerupai tabung melengkung (tong) dan ada juga tabung lurus. Ukurannya macam-macam, berkisar antara 40 hingga 55 cm dan diameter 18 hingga 24 cm. Yang paling besar berada di sebelah kanan, dan semakin ke kiri semakin kecil.

Nadanya juga demikian; semakin ke kiri semakin tinggi nadanya. Nada dari kelima gendang itu adalah nang, ning, nung, neng, nong, yang kerap disamakan dengan tangga nada pentatonik dalam istilah musik barat do-re-mi-fa-sol. Taganing dimainkan oleh satu atau dua orang dengan cara dipukul membrannya menggunakan dua palu-palu (stik).

Kelima gendang itu memiliki nama masing-masing. Dari yang paling besar disebut odap-odap, paidua odap, painonga, paidua ting-ting, dan yang paling kecil disebut ting-ting.

Pada beberapa bagian taganing terdapat ornamen atau ukiran yang disebut gorga. Ukiran itu diberi warna putih, merah, dan hitam; putih melambangkan kesucian, merah melambangkan keberanian, dan hitam melambangkan kepolosan. Ornamen itu terdapat pada bagian badan, laman (pengait sekaligus alas), dan kaki penyangga. Adanya ornamen ini memberi nilai seni dan estetika tersendiri bagi taganing.

Dalam kelompok gendang pada gondang sabangunan, gordang memang tak seistimewa taganing. Tapi keberadaannya juga tak bisa diabaikan. Gordang berfungsi sebagai bass dan berperan terutama sebagai instrumen ritmik.

Gordang, tulis Jamaludin S. Hasibuan dalam Seni Budaya Batak, terbuat dari kayu yang dilapisi dengan kulit sapi atau kerbau. Ukurannya lebih besar dan lebih panjang daripada taganing. Panjang gordang dapat berkisar 100 cm hingga 110 cm panjangnya. Diameternya bervariasi, dari 23 cm hingga 27 cm.

Sementara odap adalah drum berkepala dua yang panjangnya sekitar 30 cm dan diameter 20 cm. Berbentuk seperti tong. Seperti gordang, odap adalah instrumen ritmis. Dalam ansambel gondang sabangunan, musisi yang memainkan taganing juga memainkan odap. Kendati demikian, musisi itu tak bisa melakukannya secara bersamaan.

Baca juga: Gondang Batak Toba

Pertunjukan gondang sabangunan saat ini lebih menonjolkan aspek hiburan. Kesakralan gondang mulai luntur. Bahkan, di banyak momen perayaan tradisional, seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian, sebagian masyarakat Batak tak lagi menggelar gondang. Mereka memilih seni hiburan modern, seperti organ tunggal dan musik Eropa.

Namun gondang masih bertahan hidup dalam konteks agama Parmalim yang masih mempergunakan musik ini dalam konteks aslinya. Mereka menggunakan musik untuk menghormati nenek moyang dan menyampaikan doa ke Debata Mulajadi Nabolon.(*)

Sumber berita: https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/gordang-gendangnya-suku-batak-toba/