TORTOR BATAK

SEJARAH

Tortor merupakan tarian dari masyarakat Batak yang diperkirakan telah ada dalam kebudayaan Batak sejak sekitar abad ke-13. Adapun makna simbol dalam tiap gerakan Tortor masing-masing mempunyai arti yang menjelaskan bagaimana proses menghargai dan memberi penghormatan antar marga sebagai bentuk hubungan yang baik. Dalam unsur kekerabatan masyarakat Batak antara hulahuladongan sabutuha, dan boru gerakan itu semua menjelaskan proses tersebut melalui simbol gerakan yang akan dibawakan oleh panortor.

Tortor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang. Secara fisik, tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dari hanya sekadar gerakan-gerakannya menunjukkan tortor adalah sebuah media komunikasi, di mana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antarpartisipan upacara. Gerakan menarikan tortor disebut manortor.

Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum acara dilakukan, secara terbuka, terlebih dahulu tuan rumah (hasuhutan) melakukan acara khusus yang dinamakan ‘mambuat tua ni gondang’, meminta berkat dari gondang sabangunan. Praktik dulu dianggap animistik ini kini ditujukan kepada Tuhan agar memberkati acara.

Dalam pelaksanaan tarian tersebut salah seorang dari hasuhutan akan meminta kepada para pemain gondang dengan kata-kata yang sopan dan santun sebagai berikut: “Amang pardoal pargonci”:

  1. “Alualuhon ma jolo tu ompungta Debata Mulajadi Nabolon, na Jumadihon nasa na adong, na jumadihon manisia dohot sude isi ni portibion.”
  2. “Alualuhon ma muse tu sumangot ni ompungta sijolojolo tubu, sumangot ni ompungta paisada, ompungta paidua, sahat tu papituhon.”
  3. “Alualuhon ma jolo tu sahala ni angka amanta raja na liat nalolo.”

Setiap selesai satu permintaan selalu diselingi dengan pukulan gordang dengan ritme tertentu dalam beberapa saat. Setelah permintaan/seruan tersebut dilaksanakan dengan baik maka barisan keluarga suhut yang telah siap manortor (menari) mengatur susunan tempat berdirinya untuk memulai menari.

Adapun jenis permintaan jenis lagu yang akan dibunyikan adalah seperti: Permohonan kepada Dewa dan pada roh-roh leluhur agar keluarga suhut yang mengadakan acara diberi keselamatan kesejahteraan, kebahagiaan, dan rezeki yang berlimpah ruah, dan upacara adat yang akan dilaksanakan menjadi sumber berkat bagi suhut dan seluruh keluarga, serta para undangan.

Setiap penari tortor harus memakai ulos dan mempergunakan alat musik/gondang (Uninguningan). Ada banyak pantangan yang tidak diperbolehkan saat manortor, seperti tangan si penari tidak boleh melewati batas setinggi bahu ke atas, bila itu dilakukan berarti si penari sudah siap menantang siapa pun dalam bidang ilmu perdukunan, atau adu pencak silat (moncak), atau adu tenaga batin dan lain-lain.

Tari tortor digunakan sebagai sarana penyampaian batin baik kepada roh-roh leluhur dan maupun kepada orang yang dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.

Gerakan Tortor

  1. Pangurdot : Merupakan gerakan seluruh badan di mana pusat daya gerakannya bertumbuh pada telapak kaki dan tumit.
  2. Pangeal : Daya tarik Tortor ini ada pada pangeal ni gonting (gerakan pinggang yang gemulai). Gerakan ini diikuti oleh anggota tubuh lain, seperti tangan, jemari dan kepala.
  3. Pandenggal : Gerakan pendenggal memiliki rotasi. Kedua telapak tangan yang terbuka di angkat ke atas secara berlahan-lahan, lalu secara perlahan diturunkan ke bawah dengan menelungkupkan telapak tangan yang terbuka tersebut, seolah-olah jatuh secara elatis menuju pinggang sebelah kiri dan ke kanan.
  4. Siangkupna : merupakan menggerakan bagian leher. Di mana gerakannya seirama dengan gondang dan urdot.
  5. Hapunanna : adalah ekspresi yang tampak dari wajah penortor penari. Di mana dari wajah bisa diketahui situasi kegembiraan atau suka duka cita. Ekspresi wajah penari harus seirama, maka tortor bisa berkomunikasi kepada penonton yang hadir menyaksikan.

Sumber referensi : wikipedia